THIS's ME : RERE

hey guys :)
welcome to my blogs :D
this blog's some story about my life ..
which knows that's about my family , my love story , my lovely bestfriend , or anything else ..?

please now read this , and give me your respons about my blog that can to building me for write something that useful :)
I hope , my wish to be a writer can be come true :)

ASTUNGKARA :)

Don't forget to I introduce my self ...
:: I'm rere , just call me with "RERE" ;)
:: I was born in Denpasar , I'm just a student who now still learn to can speak English better (so , I'm sorry if my English's BROKE) haha~
:: I went to school at SMPK 1 Harapan , and now at SMK Pariwisata Harapan

just that all can I share with you :)
please follow my blog ,,
:: rerehope.blogspot.com - dsuriantini.blogspot.com - suriantini.blogspot.com
my twitter too ,,
:: @suriantini
don't forget about my FaceBook ,,
:: rerehope@yahoo.com and dwisuriantini@gmail.com

domoo arigatou gozaimasu :D
lol~

Sabtu, 30 April 2011

Perasaan Ini

Aku minta maaf sama perasaan ini ...
Aku tahu , walaupun kamu nggak serius sama aku , tapi nggak seharusnya aku kayak gini ...
Okelah kamu nggak ngerasa sakit hati and biasa - biasa aja seperti yang "SELALU" kamu bilang ,
tapi jujur dari hati aku ngerasa salah banget sama kamu ...
Aku nggak bisa bohongin kalo aku tertarik juga sama dia, kakak kelasku , yang kasi aku perhatian , yang selalu ada buat aku waktu kamu nggak ada ...
Jujur , aku suka dia karena dia perhatian sama aku ...
Aku sadar, kalo di pikir - pikir kamu emang nggak ada salah , karena kesibukanmu itu buat masa depanmu , buat bahagiain ortu ama keluargamu ...
Tapi kadang aku sedikit kecewa ama sifatmu , semua yang ada terlalu kamu bawa santai and bercanda ..
Wajar sih wajar , biar nggak ada beban , tapi aku mohon jangan egois ...
Aku ngerasa sesuatu yang nggak aku dapat dari kamu itu aku dapat dari dia ..
Kadang , aku pengen tinggalin kamu buat dia , tapi nggak tau kenapa sulit buat aku ngelepasin kamu ...
Aku mau milih , tapi kamu ataupun dia , pilihan tersulit yang pernah aku dapet ..
Aku bener - bener nggak mau kehilangan kalian ...
Nangis pun bukan jawaban ,
Jadi aku mohon , kalo kamu baca ini , please , jangan kamu marah and jauhin aku ...
Aku mohooon semohoon mohonnya mohon , jangan kamu tinggalin aku ...
Aku butuh kamu , dan juga dia ...
:'(

Rabu, 23 Februari 2011

BACKSTREET ???? (3)

"Bisa kamu jelasin sekarang hubunganmu ama Novi itu apa, Do?" tanya Amel yang membuat Edo spontan merasa kaget.
"Hubungan? Hubungan apa maksudmu sayang?"
"Jangan pura - pura Do. Edo mau cerita sendiri atau Amel yang bongkar semua?" tanya Amel yang membuat Edo semakin merasa salah tingkah.
"Jadi Edo nggak mau cerita?" tanya Amel yang sedari tadi menunggu jawaban pria di hadapannya.
"Edo pacaran kan sama Novi?" spontan Edo tersentak dengan pertanyaan Amel yang membuatnya tertunduk malu. Tatapan gadis cantik itu sangat tajam seakan pisau yang siap mencabik - cabik wajah Edo yang sudah memerah karena rasa malu.
"Edo! Kamu bukan orang bisu kan!?" tanya Amel geregetan.
"Kamu ngomong apa sih Amel sayang? Nggak usah ngelantur gitu ah... Hehehe..." jawab Edo menutupi rasa malunya. Edo hendak mengelus pipi imut gadis itu, namun dengan cepat ditepisnya.
"Jangan pernah kamu ngalihin pembicaraan! Jawab pertanyaan Amel! Kamu pacaran kan sama Novi!?"
"Amel dapet darimana pertanyaan itu?" jawab Edo akhirnya kembali ke topik awal.
"Edo nggak perlu tau. Yang Amel mau sekarang Edo jujur, ada hubungan apa kamu sama Novi?"
"Nggak ada hubungan apa - apa. Cuma mantan dan sebatas teman."
"Bohong!!!" jawab Amel yang sentak membuat Edo mendelik. Semua mata di tempat itu tertuju pada mereka. Namun Amel tetap tidak peduli. Mata kecilnya tetap memandang tajam Edo seolah ingin membunuhnya saat itu juga.
"Edo udah bohong sama Amel kalo Edo cuma sayang Amel. Edo udah bohong buat nepatin janji Edo, kalo hati, perhatian dan sayang yang Edo punya cuma buat Amel seorang! Dan sekarang Edo bohong sama Amel tentang status Edo sama Novi! Tega kamu Do!!!" tetes mata kepedihan mengalir dari mata gadis itu.
"Edo bilang nggak akan sakitin Amel, tapi sekarang apa Do? Edo belum putus kan sama Novi? Edo backstreet kan sama dia? Edo ngelakuin itu biar Edo bisa pacaran sama Amel juga kan? Iya kan Do? Jawab!!"
Namun Edo masih tetap terdiam, ia menunduk mencerna perkataan gadis di depannya. Entah darimana Amel tahu semua yang terjadi.

"Jadi yang selama ini Novi takutin benar Do?" suara yang tak asing lagi bagi orang yang telah mengenalnya. Tanpa di sadari Amel dan Edo, gadis yang sedang mereka bicarakan sudah berada di belakangnya, mematung menahan tangis dan pedih yang lebih dari yang dirasakan Amel.
"No.. Novii??? Sejak kapan kamu di sini?" tanya Edo.
"Sejak kamu ninggalin Novi di rumah. Novi buntutin kamu dan akhirnya dapat semua jawaban yang selama ini jadi beban hati Novi. Jadi selama ini Edo pacaran sama  Amel? Mulai detik ini kita nggak ada hubungan apa - apa Do. Novi udah terlanjur kecewa sama kamu. Makasih buat semua!" tanpa menunggu jawaban Edo, Novi langsung meninggalkan tempat itu.

"Puas kamu Do? Kita juga PUTUS!!" ucap Amel yang langsung beranjak meninggalkan Edo.
"Tapi Mel....." teriak Edo berusaha mencegah kepergian Amel. Namun usaha itu sia - sia. Semua mata masih memandangi Edo yang terpaku di kursinya. Dua gadis yang disayanginya secara bersamaan memutuskan hubungannya.

*  *  *

"Lu kok nggak bilang gue dari awal sih Dell?"
"Ya gue mana tau Nov. Gue nggak mau lu sakit hati gara - gara tu cowok. Lu udah dimainin, terus tau dari orang lain, rasanya sakit banget. Jadi gue nggak berani ngomong, gue mau lu tau sendiri. Kalopun gue cerita juga lu mana pernah mau percaya," jawab suara gadis di seberang sana.
"Tapi setidaknya lu bilang Dell! Kenapa sih semua nggak pernah mau ngertiin gue!? Kenapa semua maunya cuma dimengerti aja? Kenapa hah? Gak adil banget buat gue!!! Aaaarrrrggghhh .................." tiba - tiba terdengar suara benturan yang sangat keras. Tak lama terdengar suara keramaian yang membuat perasaan gadis yang ditelepon Novi khawatir. Telepon masih tersambung, warga yang menyadari segera berbicara pada Della, gadis yang ada di seberang sana.

"Dengan Della?" tanya seorang bapak - bapak yang mengambil alih sambungan telepon itu.
"Iya dengan saya pak, apa yang terjadi dengan sahabat saya?" tanya Della panik.
"Teman anda mengalami kecelakaan di seputar jalan Mawar. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang tinggi dan saat hendak menghindar dari orang yang mau menyebrang jalan, ia menabrak pembatas jalan tanpa bisa mengendalikan kecepatan mobilnya. Sekarang kami sedang menunggu mobil ambulans yang akan membawanya ke RS. Antara,"
"Sudah kuduga, Della selalu begitu," bathinnya.
"Baik pak, saya langsung menuju rumah sakit saja. Terima kasih atas infonya," segera Della bersiap - siap setelah sambungan telepon terputus. Dia pun langsung menuju rumah sakit tempat temannya dibawa untuk mendapat pertolongan.

*  *  *

Darah yang masih segar mengalir dari kening gadis itu. Sudah banyak kapas yang berwarna putih berubah menjadi merah untuk membersihkan luka di kening. Seorang dokter dan beberapa orang perawat sibuk memberi pertolongan pada gadis yang baru saja mengalami kecelakaan itu.
"Gadis ini kehilangan banyak darah. Tolong segera cari darah dengan golongan B," kata dokter.
"Maaf dok, saat ini stok darah di laboratorium kita sudah habis, kita harus mencari pendonor untuk mendapatkannya," jawab salah seorang suster di tempat itu.
"Segera laksanakan," perintah dokter dengan tegas.
"Baik dok,"

"Apa yang terjadi dengan teman saya sus?" tanya Della yang melihat suster yang sedang menangani temannya itu keluar dari ruang ICU.
"Teman anda mengalami pendarahan hebat. Ia kehilangan banyak darah. Dan saat ini ia membutuhkan donor darah yang sesuai dengan golongannya, tapi stok darah itu kosong di laboratorium kami," jawab suster menerangkan.
"Memangnya golongan darahnya apa sus?"
"Golongan darah B,"
"Bisa suster ambil darah saya saja? Golongan darah saya B," tawaran Della disetujui oleh suster tersebut. Akhirnya ia sampai di laboratorium untuk pengecekan darah dan pengambilan darah.

"Maaf saudari Della. Golongan darah yang anda miliki bukan B, melainkan AB. Mungkin ada keluarga dari pihak teman anda? Ibu atau ayahnya?" tanya suster.
"Beliau sedang di luar negeri. Lalu bagaimana sus?" tanya Della yang menyesali ucapan suster tadi.
"Akan saya usahakan secepatnya,"

"Ambil darah saya saja sus," kata seorang lelaki yang membuat Della kaget.
"Edo??? Untuk apa dia ke sini? Nggak sudi aku darahnya masuk ke tubuh Novi! Dia yang udah buat Novi begini, dan untuk yang kedua kalinya! Masih berani dia datang ke sini!? Nggak punya muka!!" kata Della dalam hati. Edo mengerti apa yang dipikirkan sahabat mantannya itu, karena tatapannya yang tajam menuduh Edolah penyebab semua ini.
"Aku ingin menolong Novi, karena aku mau dia tetap hidup. Aku sayang dia," kata Edo menjawab tatapan Della.
"Tapi akuu......."
"Kamu juga mau Novi selamat kan?" tanya Edo memotong pembicaraan Della.
"Benar juga kata Edo, ini semua untuk Novi, yang penting Novi selamat..." pikirnya.
"Ok," jawab Della singkat dan mengijinkan suster untuk melakukan pengambilan darah.

*  *  *

"Apa masih ada kesempatan kedua untukku dapat berubah? Aku masih sayang dia," ucap Edo yang sedari tadi masih memandangi sosok seorang gadis yang terbaring lemah di dalam ruangan yang disebut ICU itu.
"Kesempatan yang bagaimana lagi kamu mau dari Novi? Kurang puas buat dia sengsara?" jawaban sinis dari seorang Della.
"Aku masih sayang Novi, aku janji dengan kesadaranku nggak akan mengkhianati dia lagi,"
"Kamu serius?"
"Aku bersumpah Dell," jawab Edo serius membuat Della kembali mempercayakan sahabat tersayangnya pada Edo.
"Aku pegang sumpahmu,"

*  *  *

Minggu, 13 Februari 2011

BACKSTREET ???? (2)

"Aku dimana Dell?" tanya Novi terbata setelah sadar ia berada di tempat yang asing baginya.
"Ya Tuhan, akhirnya kamu sadar juga. Kamu ada di rumah sakit deket kampus Nov, tadi pagi kamu kecelakaan. Udah 2 hari kamu nggak sadarkan diri karena cukup banyak darah yang keluar dari kepalamu," jawab sahabatnya itu.
"2 hari Dell? Terus Edo ama ortuku gimana?" tanyanya heran, karena yang menemaninya saat itu hanya Della seorang.
"Om sama tante pamit ke luar negeri buat kerjaan di kantornya. Makanya aku yang jagain kamu. Kalau Edo, dia.... Dia.... Dia baru aja berangkat gawe," jawabnya berbohong. Ia tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Karena Della sudah tahu kalau Edo memiliki pacar yang lain selain Novi, sahabatnya. Ia tidak ingin kondisi sahabatnya yang baru sadar itu memburuk kembali. Della memutuskan untuk berbohong dan pura - pura tidak tahu apa yang terjadi.
Nada dering HP Della memecah keheningan di rumah sakit itu. Della pun segera permisi pada sahabatnya untuk menjauh menjawab teleponnya.

"Novi sudah sadar?" tanya suara di seberang sana.
"Pedulimu? Bukankah kau lebih peduli dengan pacarmu yang itu?" jawab Della ketus.
"Pacar yang mana? Jelaslah aku peduli pada Novi, dia pacarku satu - satunya. Tak ada yang lain lagi!" jawab Edo tak kalah ketusnya.
"Haha... Benarkah? Edo..Edo.. Tak perlu kau berbohong! Aku tahu semua, di belakang Novi kau juga berpacaran dengan Amel, sepupu Vina. Ya kan!? Sampai - sampai kau memutuskan untuk menjalankan hubungan backstreet dengan Novi, padahal sudah 5 bulan kalian pacaran dan semua tahu itu. Sekarang kau malah menyembunyikan hubunganmu agar tidak ada yang tahu kalau kau juga berpacaran dengan yang lain. Benar kan Do? Tenang saja Do, aku nggak akan bilang hal itu ke Novi. Tapi ingat, cepat atau lambat, Novi akan tahu semua. Novi akan tahu alasan sebenarnya kenapa kau ingin menjalankan hubungan tersembunyi dengannya, bukan alibimu yang mengatasnamakan pekerjaanmu!" jawab Della panjang lebar.
Jawaban itu membuat Edo terdiam seribu bahasa mencerna perkataan Della, dan akhirnya Edo memutuskan hubungan telepon itu karena ia heran darimana Della tahu hal tersebut.

"Siapa Dell? Wajahmu tampak kesal," tanya Novi mengintrogasi sahabatnya.
"Tidak ada apa - apa. Hanya orang iseng," jawab Della kembali berbohong.
"Oh... Btw, dokter udah bilang kapan aku boleh pulang?" tanya Novi yang tak sabar untuk melanjutkan aktivitasnya seperti biasa.
"Belum. Katanya tunggu kondisimu normal kembali," jawabnya singkat dengan memalingkan wajah dari sahabatnya. Della merasa bersalah telah menutupi sesuatu yang sangat penting dari sahabatnya.

*  *  *

"Aku sayang kamu Amel..." kata pria dengan kemeja putih, bercelana jeans biru, dan bergaya casual yang mampu menyita pandangan gadis - gadis di sekitarnya.
"Aku juga sayang kamu, Do...." balas gadis blasteran itu sambil menerima hadiah boneka lumba - lumba biru favoritnya.
"Hari ini kamu nggak ngajar?" sambungnya.
"Nggak, hari ini nggak ada jadwal aku ngajar. Aku mau ngabisin waktu sama kamu. Jarang - jarang kan ada waktu berdua seharian? He..he..he.." jawab Edo genit. Edo lupa bahwa seseorang yang mencintainya sedang terbaring lemah di rumah sakit, sementara dirinya menikmati waktu bersama seorang gadis.
"Ha..ha..ha.. Oh iya, Amel mau tanya Do, kata Vina Edo pernah pacaran sama cewek yang namanya Novi ya Do? Teman SMA Vina," tanyanya yang membuat Edo kaget. Seakan - akan tidak percaya yang di katakan gadis itu.
"Vina? Teman SMA Novi, jadi selama ini mereka...... Ahh, pantas saja. Tapi, bagaimana kalau Vina cerita sama Novi yang sebenarnya dan Novi akan tahu semuanya. Benar kata Della, cepat atau lambat dia akan tahu. Tapi untuk saat ini, aku nggak mungkin cerita semuanya, karena aku belum siap kehilangan Novi, aku juga menyayanginya, sama seperti aku menyayangimu, Amelku. Jangan sampai Novi tahu sebelum waktu yang tepat," bathinnya. Sejenak ia teringat kembali hubungannya dengan Novi. Namun, bayangan itu cepat terhapus dengan tangan yang melambai - lambai di depan wajahnya.
"Benar Do?" tanya pemilik tangan tersebut.
"Aah? Iya, benar. Tapi itu sudah lama, masa lalu. Tidak usah dibahas." jawabnya berbohong di balik sebuah senyuman palsu.

*  *  *

"Sekarang kamu sudah boleh pulang," kata pria dengan kemeja dan jas putih itu. Penampilannya sangat rapi. (dokter gituu.... hahaha)
"Terima kasih Dok," jawab Novi dengan senyum ramah.
"Tapi ingat, jangan terlalu kelelahan. Kondisimu belum terlalu baik untuk melaksanakan tugas yang berat,. Satu lagi, jangan terlalu banyak pikiran," pesan dokter.
"Tenang dok, akan saya jaga dia biar nggak macam - macam. Soalnya dia bandel banget, nggak bisa diam dan selalu ambil pekerjaan yang beresiko," jawab Della menahan tawa. Akhirnya mereka pun permisi untuk pergi.

"Dell, mobilku gimana? Udah keluar dari bengkel?" tanya Novi.
"Udah beres, ingat istirahat dan jangan terlalu stres! Bandel," jawab Della meledek sahabatnya.
"Ha..ha..ha.. Sial lu! Eh, mampir makan siang dulu yuk di cafe?" ajak Novi.
"Sibh, tapi nggak mampir - mampir kemana - mana lagi ya?" jawab Della menyetujui sahabatnya. Sebagai tanda deal, Novi menganggukkan kepalanya. Mereka pun menuju cafe favorit mereka.

"Itu kan Edo sama Amel? Aduh gawat, jangan sampai Novi lihat." pikir Della yang menyaksikan kebersamaan Edo dan Amel.
"Nov, kita cari tempat yang lain aja yuk? Aku ngerasa nggak nyaman di sini." ajak Della mengalihkan perhatian Novi yang menyapu cafe itu untuk mencari tempat duduk sebelum Novi melihat apa yang di lihat Della.
"Ya udah deh," jawab Novi sambil mengikuti langkah kaki sahabatnya menuju pintu keluar. Mereka pun pergi, tanpa di sadari Amel melihat kedatangan mereka.

*  *  *

"Akhirnya kamu sudah pulang juga. Aku kangen kamu, Nov." kata Edo pada Novi.
"Tumben? Nggak seperti biasanya kamu memasang wajah bad mood tiap ketemu sama aku. Ada yang kamu sembunyiin dari aku?" tanya Novi yang heran melihat sikap pacarnya yang tiba - tiba saja berubah.
"Kamu ngomong apa sih Nov? Jangan selalu negative thinking gitu sama aku. Nggak ada yang aku sembunyiin, aku hanya rindu saat - saat kita berdua," pernyataan Edo itu menyentuh hati Novi. Novi membaca ketulusan di mata lelaki itu, namun masih ada yang di sembunyikan, entah apa itu.
"Aku juga, Do. Aku kangen saat - saat kamu bisa senyum sama aku, dan aku harap ini nggak alibimu untuk menutupi sesuatu dariku," jawab Novi dalam pelukan Edo.
Telah lama Novi tidak merasakan pelukan hangat kekasihnya itu. Ia selalu berharap dapat merasakannya setiap detik saat mereka berdua. Dan setelah 1 bulan mereka dalam kebisuan satu sama lain, Novi pun merasakannya kembali.
Namun, pelukan itu terlepas saat dering telepon berbunyi.
Amel's calling...
Di rejectnya telepon itu, membuat Novi heran.
"Siapa Do? Kok dimatiin?" tanyanya heran.
"Nggak siapa - siapa. Cuma teman kerjaku, paling - paling minta tukar jadwal,"
"Tuh kan di telepon lagi, jawab aja. Siapa tahu penting?" jawab Novi saat HP kekasihnya berbunyi untuk kedua kalinya.

Atas saran Novi, Edo pun mengangkat telepon itu dan menjauh dari Novi. Setelah merasa Novi tidak akan mendengar pembicaraan itu, Edo mengangkat teleponnya.
"Ada apa sayang?" jawab Edo.
"Kok di reject sih? Lagi dimana? Amel mau ketemu Edo, dan ngomong penting!" jawabnya ketus.
"Iya iya, sebentar ya? Edo lagi ada urusan. Nanti kita ketemu di Cafe Cinta jam 7 malam, nanti Edo jemput ke rumah," jawabnya setengah berbisik.
"Nggak perlu! Amel bisa sendiri. Pokoknya Edo harus datang," jawab gadis itu langsung menutup teleponnya. Edo bingung apa yang telah terjadi pada Amel, pacar keduanya.

"Kita lunch yuk?" ajak Edo menghampiri Novi dengan senyumannya yang terpaksa. Novi pun mengangguk dan masuk ke mobil jazz biru milik kekasihnya.
Mereka turun di sebuah restoran favorit mereka, Blue's Restoran. Mereka menyukai restoran tersebut karena nuansa birunya yang sangat kental. Itu mereka rasakan karena mereka sama - sama menyukai warna biru.
Jus blueberry favorit mereka dan salad sebagai menu mereka siang itu. Lunch dengan kebersamaan yang berbeda dari biasanya.

Setelah makan siang berakhir, mereka melanjutkan perjalanan pergi ke danau Pelangi dan beberapa tempat favorit mereka hingga jam menunjukkan waktu setengah 7. Edo segera mengantarkan Novi dan berpamitan dengan alasan akan mengantar ibunya ke bandara. Edo sangat terburu - buru membuat firasat Novi berkata lain, kamu bukan akan mengantar ibumu, tapi menemui seseorang yang selama ini kamu tutupi dari aku. Vina atau siapa Do? Aku harus mengikutimu, bathin Novi menatap kepergian kekasihnya.

Dengan mobil jazz biru miliknya, ia membuntuti Edo dari jarak yang tidak terlalu dekat. Mereka pun sampai di sebuah cafe. Novi mengamati dari jarak yang cukup jauh siapa yang Edo temui. Seketika Novi kaget melihat siapa yang ditemui Edo. AMEL! Teman satu kampusnya di jurusan sastra.

*  *  *

BACKSTREET ???? (1)

Satu, dua, tiga, seratus, entahlah. Aku pun lupa, sudah berapa kali dalam sehari kau menyatakan hal itu, melebihi batasan orang minum obat, overdosis. Tak terhitung lagi banyaknya janji yang sudah kau buat, namun tak satupun kau tepati. Dan kini, hanya kebisuan di antara kita berdua dalam setiap detik yang berlalu, seakan ada dinding raksasa membatasi satu sama lain. Tak satupun bahan tawa bersama. Semua terasa berbeda sejak kehadiran gadis itu di antara hubungan kita. Vina, murid di tempat kursusmu, dan juga teman dekat di kampusmu. Sangat mengesankan!

"Do, kamu masih berhubungan dengan wanita itu?" tanya Novi membuka pembicaraan dalam pertemuan yang tak sehangat biasanya.
"Wanita itu? Siapa? Maksudmu Vina?" jawabnya pura - pura tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan.
"Iyalah Edo sayaaang... Siapa lagi kalau bukan Vina, teman sekaligus murid tersayangmu?" jawab Novi dengan nada sedikit menahan emosi karena cemburu dan sakit hati. Sudah sangat sering Novi mencoba mengerti pekerjaan kekasihnya dan kedekatannya dengan Vina hanya sebatas teman. Namun, akhir - akhir ini ada yang mengganjal di antara kedekatan mereka. Novi yakin, ada sesuatu yang terjadi. Karena Edo, orang yang sangat disayanginya, beberapa bulan ini lebih sering mengantar Vina ke rumahnya daripada mendampingi dirinya sebagai pacar.
"Kamu ngomong apa sih Nov? Memangnya ada yang salah dengan hubunganku dengan dia? Aku rasa nggak ada yang salah, karena hubunganku dengan dia tidak lebih sebagai teman dan murid di tempat kursusku. Nggak penting hal sekecil ini kamu jadiin masalah." jawabnya dengan santai, tanpa mencoba mengerti apa yang Novi rasakan.
"Nggak penting menurutmu, penting menurutku! Takut kecurigaanku selama ini padamu benar?" dengan sedikit emosi Novi menjawab pernyataan Edo.
"Lebih baik kita pulang sekarang. Aku akan mengantarmu sampai rumah," jawabnya mengalihkan pembicaraan. Tak seperti biasanya, Edo mengajakku pulang padahal waktu masih jam 7 malam. Dan baru 60 menit kita saling bertatap muka dalam kebisuan sang waktu. Tak ada yang salah bila aku benar - benar mulai curiga dengan sikapmu, Do. Karena semua kau yang memulainya, bathin Novi.

*  *  *

"Sudah menunggu lama?" tanya Edo pada gadis di sebelahnya. Cantik, berambut panjang dengan poni ala Dora.
"Tidak terlalu, hanya saja kau telat 15 menit dan itu cukup membosankan," jawab gadis itu sedikit tersenyum karena kecewa atas keterlambatan Edo.
"Maaf Amelku sayang," jawab Edo sambil mengelus pipi gadis itu. Gadis itupun tersenyum dan menatap Edo, menandakan dia telah memaafkan Edo.
Sambil menikmati makan malam mereka di sebuah restoran, mereka berbagi canda dan tawa. Kekesalan Edo pada Novi tak tampak malam itu. Makan malam mereka telah selesai, Edo mengajak Amel pindah tempat ke lantai 2, tempat VIP, di sana Edo sudah memesan sebuah meja di pinggir kolam. Sebelum mendekati meja itu, Edo menutup mata Amel dengan sebuah sapu tangan biru miliknya. Suasana malam itu memang penuh dengan biru, gaun yang dikenakan Amel dan kemeja Edo juga berwarna biru. Itu warna favorit Edo dan Novi. Dan saat mereka sudah sampai di meja, Edo membalikkan tubuh Amel menghadap ke kolam di bawahnya. Edo pun melepaskan saputangannya dan menghitung, 1, 2, 3....
"Wow..... Edo, this's amazing....." ucap gadis blasteran Indo - Inggris itu takjub. Tak segan - segan ia memeluk Edo.
"This is my special surprise that ever I have. Thank you honey...." ucapnya sekali lagi dan mencium pipi Edo. Edo hanya tersenyum melihat kebahagiaan kekasihnya itu. Kekasihnya yang kedua. Mereka pun melanjutkan dinner terindah itu, walaupun hari itu bukan ulang tahun Amel, valentine, ataupun sesuatu yang special.

*  *  *

Sementara itu...........
Kamu kemana sih, Do? Telponmu nggak bisa dihubungin sama sekali. Kamu sudah lupa sama janjimu untuk selalu ada di samping aku waktu aku butuh. Kali ini aku benar - benar butuh bantuanmu Do.
Novi menatap bintang di langit sana. Selalu muncul pertanyaan di benaknya apa yang sedang dilakukan Edo, dan benarkah yang selalu ia pikirkan?
"Mungkin aku harus menelepon ke rumahnya atau meninggalkan pesan padanya," pikirnya mantap. Diambilnya Hp di atas meja belajarnya, dan dengan jari - jari halusnya ia mengetikkan sebuah nomor telepon lalu Call. Ini saat pertama Novi menelepon ke rumah kekasihnya yang kemungkinan besar diangkat oleh orang rumah, selain Edo.
"Halo, selamat malam. Bisa bicara dengan Edo?"
"Maaf, ini siapa ya?" jawab wanita dari seberang sana.
"Ini saya Novi," jawabnya sambil berusaha senyum agar suaranya tidak terdengar ketus.
"Oh, nak Novi. Edonya belum pulang Novi, saya mamanya. Mungkin ada pesan?" jawab Ani yang ternyata mama Edo.
"Edonya belum pulang ya tante? Bukannya jam mengajarnya sudah selesai?" tanya Novi heran.
"Iya, tapi katanya mau langsung pergi makan malam sama teman - temannya." jawab wanita itu lagi dengan ramah.
"Oh begitu ya tante? Terima kasih ya tante, selamat malam," jawabnya ingin segera mematikan telepon karena ketakutan atas pikirnya kembali muncul.
"Iya sama - sama, selamat malam Novi," jawab di seberang sana dan mengakhiri pembicaraan.

Apa? Apa yang sedang terjadi? Dimana dia sekarang? Benarkah semua kecurigaanku? Ya Tuhan, semoga ini perasaanku yang salah, doanya setelah sambungan telepon terputus.

*  *  *

"Tapi aku tetap ingin kita backstreet!" kata Edo tegas.
"Apa Do? Backstreet? Kenapa? Bukankah semua orang sudah tahu kita pacaran? Kenapa tiba - tiba kamu mau backstreet setelah 5 bulan kita bersama?" tanya Novi heran.
"Karena syarat bekerja di tempat baruku ya tidak boleh terikat hubungan dengan siapa pun. Baik pacar maupun pernikahan," jawabnya membelakangi Novi dengan suara terbata - bata.
"Hah? Syarat gila macam apa itu!? Baru kali ini aku mendengar hal itu. Kau berbohong Do!" jawab Novi meledak. Edo menatapnya tajam, memberi tanda agar gadis itu mengecilkan suaranya karena banyak orang di taman itu memperhatikan mereka.
"Kenapa? Malu? Aku nggak peduli apa pun yang dipikirkan orang saat melihat kita bertengkar! Bukankah memang hal ini sudah sering menjadi konsumsi umum 2 bulan terakhir ini?" sambungnya lagi menantang mata Edo yang lebih tajam dari mata seekor Elang.
"Terserah apa katamu! Sekali aku bilang Backstreet, hubungan kita tetap backstreet!" jawabnya sambil melangkah pergi hendak meninggalkan Novi sendiri.
"....satu lagi, jangan pernah mengirimkan wall yang aneh - aneh ke FB-ku dengan panggilan sayang apapun. Anggap kita berteman di dunia maya, tapi di dunia nyata kau tetap milikku, walau status kita backstreet." sambungnya lagi dan akhirnya benar - benar meninggalkan Novi sendiri.
Novi hanya bisa terduduk lemas di kursi pinggir danau menyerap apa saja yang baru diucapkan seseorang yang di sayanginya. Sangat mengharukan, sikap seseorang yang di cintainya berubah drastis terhadapnya. Tak terasa, air mata menetes di pipinya dan dengan segera di hapusnya.

*  *  *

"Ku mencintaimu, lebih dari apapun, meskipun engkau hanya kekasih gelapku. Bisakah kau menjelaskan arti dari sepenggal lirik di statusmu itu??" tanya Novi menahan amarah.
"Itu.... Itu... Tidak ada yang berarti dari lirik itu Nov, hanya sepenggal lirik lagu favoritku." jawab Edo terbata - bata.
"Aku tidak bertanya, apakah itu berarti atau tidak. Yang aku tanya apa maksudnya?" tanya Novi dengan tegas.
"Nothing," jawab Edo singkat.
"Hanya itu Do? Bisakah kamu memberiku jawaban yang lain dari itu? Aku tahu selama ini kamu menutupi sesuatu dariku, aku mau kamu jujur!" jawab Novi setengah membentak.
"Maaf Nov, aku harus mengajar sekarang. Nanti kita lanjutkan lagi."
Tut..tut..tut..
Sambungan telepon langsung terputus. "EDOOO!!!!" ,bentaknya dalam hati langsung merebahkan dirinya ke tempat tidurnya yang berwarna biru itu. Tangis sedih gadis itu terbenam di antara tumpukan bantal. Ia merasa tidak di hargai lagi oleh kekasihnya.
"Aku nyesel Do, aku nyesel semua ini terjadi! Aku benci karena aku nggak bisa membencimu! Tapi aku heran, kenapa aku nggak nyesel pernah sayang ama kamu! Malah aku semakin sayang ama kamu walau berkali - kali kamu buat aku nangis! Kenapa Do, Kenapaa????" tanyanya dalam hati sambil memukul - mukulkan tangannya di tempat tidur.

*  *  *

"Jam berapa ini?" tanya gadis cantik itu berusaha membuka mata kecilnya yang membengkak karena menangis seharian.
"Hah?? Jam 9?? Ya ampun, aku telat ke kampus..." gadis itu langsung melompat dan menuju kamar mandi. Setelah berpakaian, ia langsung menuju mobil dan mengendarainya dengan cepat. Karena kecepatan yang tidak terkontrol, mobil jazz biru yang dikendarai gadis muda itu menabrak pembatas jalan. Akibatnya, kepala gadis itu membentur setir dan kepalanya mengeluarkan darah. Ia tidak sadarkan diri. Kejadian itu mengundang perhatian orang - orang di sekitarnya. Ada yang segera menelepon polisi dan ambulans, sebagian lagi mengeluarkan gadis itu dari mobil. Salah satu di antaranya mencari data gadis tersebut di tas yang di bawanya. Novi Saputri Halim, 19 tahun, Jalan Mawar Biru No. 7. Tak hanya sampai di sana, ia mencari lagi nomor telepon yang dapat di hubungi untuk mengabarkan keadaan gadis tersebut. Di temukannya sebuah contact name yang terakhir kali dihubungi Novi, dan segera di teleponnya nomor itu.
"Selamat pagi, dengan mbak Della?" tanya wanita yang menelepon sahabat Novi itu.
"Iya, dengan saya sendiri, ada yang bisa saya bantu?" jawab gadis di seberang sana.
"Begini mbak, saya ingin memberitahukan bahwa kerabat mbak yang bernama Novi Saputri Halim mengalami kecelakaan di Jalan Bung Hatta menuju Universitas Darmawan. Apa mbak mengenalnya?"
Tersentak sejenak mendengar kabar buruk tentang sahabatnya itu, dengan perasaan kaget Della menjawab, "Iya mbak, dia teman saya. Sekarang dia ada dimana?"
"Sekarang dia akan dibawa menuju rumah sakit terdekat, di RS. Swasta Bung Tomo." jawab wanita itu.
"Baik mbak, saya segera ke sana. Terima kasih atas infonya." setelah telepon di tutup, Della langsung permisi dengan dosennya untuk menyusul Novi. Tak heran, dosennya pun ikut terkejut mendengar kabar tersebut, karena Novi termasuk mahasiswi yang berprestasi di kampusnya itu.

*  *  *

Selasa, 08 Februari 2011

MONOLOG : PENYESALAN

"Bodoh! Bodoh! Kenapa harus aku Tuhan? Kenapa!? Ini sangat tidak adil untukku! Tidak adil! huhu..." ,teriak Meyza dalam sepi memanggil nama Tuhan.
"Aku memang ingin merasakan sedikit kehidupan bebas anak - anak remaja metropolitan. Aku memang ingin menikmati kehidupan glamour seperti para selebritis. Aku memang ingin merasakan kebebasan seperti anak muda lainnya. Tapi bukan ini maksudku, bukan ini kehidupan bebas yang ku mau! Kehidupan yang kini harus ku jalani, menaggung beban, derita, dan rasa malu yang sangat mustahil untuk ku tutupi, bahkan dengan topeng sekalipun, AKU NGGAK SANGGUP!" kembali menangis, terjatuh ke lantai, air mata membasahi pipi merahnya, rambut tak beraturan menutupi wajah manisnya.
"Ha..ha..ha.. BODOH! apa yang kau lakukan di sini? Apa yang kau tangisi? Kau menyesal? Hah, semua sudah terlambat! Percuma kau menyesal dan menangisi semua! Duniamu sudah berubah! Tak ada waktu untuk mengulang semuanya! Percuma...! Ha..ha..ha.." entah darimana suara itu berasal.
"Ya, aku akui, aku memang salah, semua telah terjadi dan aku menyesal. Waktu memang tak bisa untuk diputar. Tapi tidakkah ada kesempatan untukku dapat memperbaiki semua kesalahan yang selama ini kulakukan? Aku ingin berubah, sebelum semuanya menjadi benar - benar terlambat!" teriak Meyza melawan suara itu.
"Munafik! Hey sobat, sangat mustahil kau bisa berubah! Aku tidak yakin karena aku tau siapa kamu! Kamu adalah aku, dan aku adalah kamu! Kau sudah sangat kotor dengan semua dosa kebebasan yang kau dapatkan! Percuma sobat, PERCUMA! ha..ha..ha.." tertawa sangat puas melihat keadaan Meyza.
"Diam kau! Aku yang lebih tau tentang diriku! Kau hanya iblis yang tidak tau apa - apa dan ingin menjatuhkanku ke lembah lebih nista! Aku yakin, ini semua belum terlambat dan aku pastikan dapat memperbaiki semua kesalahanku. Ya, aku yakin itu. Aku yakin karena Tuhan menyertaiku!" Meyza menutup matanya, dan merasakan kehadiran Tuhan.
"Tuhan!? Kau percaya dengan Tuhan? Ha..ha..ha.. Tuhan itu PALSU! Dia tidak ada apa - apanya! Tuhanlah yang membuatmu hancur seperti saat ini! Dan karena Tuhanlah......."
"Diam kau IBLIS! Lebih baik kau pergi karena aku takkan lagi terhasut oleh iblis sepertimu! Tuhan itu nyata dan pengasih. Aku percaya, ini adalah ujian kasih dari-Nya, bukan karena Tuhan membenciku. Dan aku percaya, Tuhan selalu memberi jalan keluar bagi setiap cobaan yang diberi pada umat-Nya yang sabar dan berpasrah pada-Nya. Dia tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan umat-Nya," jawab Meyra memotong perkataan iblis itu.

"Janin ini akan tetap ku jaga, walau apapun yang terjadi, takkan pernah ku sia - siakan. Meski 16 tahun adalah usia yang sangat dini untukku menjadi seorang ibu, maluku kan tertahan tuk merawat, mendidik, serta memberikan yang terbaik untuk anakku kelak agar tidak ada lagi Meyza kedua."

"Nak, apapun yang terjadi, mama tidak akan membiarkanmu sendiri. Kan selalu ku jaga dirimu. Mama janji akan memberikan kasih yang terbaik untukmu. Takkan pernah mama biarkan hidupmu kelak seperti mama yang hancur ini," tangis Meyra sambil berbicara pada janin yang ada di dalam perutnya. Bayi hasil percintaan antaranya dan lelaki dewasa yang tak bertanggung jawab itu.

"Ma, maafin Meyza yang nggak pernah membuat mama bangga pada Mey. Maffin Mey yang nggak pernah denger nasehat mama. Meyza menyesal, ma. Mey selalu nyakitin mama, bahkan sampai akhir waktu mama, Mey nggak sedikitpun bahagiain mama dan tetap nyakitin mama. Maafin Mey ma, Mey janji hidup Meyza ini nggak akan pernah terjadi lagi pada keturunan Mey kelak. Mey bakal berusaha sendiri dengan kemampuan Mey seperti yang mama ajarin selama hidup mama untuk menghidupi Mey sendiri, begitu juga akan Mey lakukan buat anak Mey. Meyza janji ma...." tersungging senyum dalam tangis di wajah mungil Meyza. Sujud mengenang kepergian sang bunda. Dalam hatinya ia berjanji, "Kebahagiaan akan kehidupan duniawi, tak selamanya akan abadi. Tapi, kebahagiaan akan adanya kasih dari orang sekitar, akan terasa sampai mati...."

Semuanya Sia - Sia (2)

"Kamu ingat kan Mer? Dulu dia tuh baik banget sama kita, perfect dah pokonya. Tapi nggak tau kenapa setelah semuanya aku lakuin buat dia, dia berubah sama aku. Kecewa aku Mer, nyesel banget." curhat Reyna pada sahabat terbaiknya itu.
"Iya Rey, aku ngerti. Aku juga ngira awalnya dia baik, makanya aku berani bilang ke kamu terima dia. Tapi setelah dengar semua ceritamu, aku bener - bener nggak nyangka. Gak heran juga umurnya yang jauh, jadi pemikiran orang yang umurnya di atas 20 sama orang yang seumuran kita belasan tahun gini beda banget. Udahlah Rey, lebih baik kamu jauhin dia sekarang daripada kamu tambah hancur?" nasehat Mera kepada sahabatnya yang beda 1 tahun lebih muda darinya.
"Tapi Mer, aku bener - bener nggak sanggup buat lepasin dia. Setelah yang aku lakuin semua buat dia, aku sayang ama dia, gak banget kalo aku jauhin dia. Aku semakin sakit Mer....Hiks."
"Ya mau gimana lagi Rey? Aku gak mau hal buruk terjadi sama kamu, kamu juga gak mau semakin dekat sama sesuatu yang buat hancur harapan ortumu ke kamu kan? Jadi lebih baik kamu jauhin dia sekarang!" ucap Mera tegas. Reyna hanya menunduk malu pada sahabatnya itu, malu karena telah gagal untuk menjaga dirinya sebagai gadis yang masih dalam usia labil.
"Iya iya Mer, aku pikir - pikir dulu. Aku pulang dulu ya Mer, capek aku daritadi pagi aku pergi."
"Apa? Pergi kemana? Sama Danan? Lagi?"
Reyna hanya bisa mengangguk menjawab pertanyaan Mera itu ,"Dah Mera...." ,pamit Reyna.
"Ck.. hati - hati..." jawab Mera singkat.


Brukk....
Reyna merebahkan dirinya di atas kasur. Kamar dan segala macam perlengkapannya yang berwarna biru itu, seakan mengajaknya menatap indah langit dunia yang membuatnya tenang. Letih, membuatnya tertidur.
"Maafin Rey, maaf, mmaaaaaf.........." teriak Rey terbangun dari mimpinya di siang bolong itu.
"Mimpi apa ini? Harus ya awal pertemuan sampai akhir hubungan menjadi mimpi buruk di siang hari seperti ini? Sampai kapan semua berhenti? Ya Tuhaan...", duduk di sisi kasur sembari membungkuk dan menjambak rambutnya sendiri. Begitu berat beban Reyna, beban atas dosa yang tak sepantasnya gadis seumur dia lakukan.

Detik telah berganti jam, waktu sangat cepat berlalu. Malam pun telah tiba. "Rey, makan dulu." panggil wanita setengah baya dari ruang makan. Wanita itu adalah Diah, orang yang melahirkan Reyna dan merawatnya sampai detik ini.
"Iya ma," dengan perasaan ragu Reyna menuruni anak tangga dan menuju ke ruang makan. Matanya tampak seperti telah di gigit lebah dan merah.
"Kenapa kamu?" tanya seorang pria yang juga telah mendidik Reyna dari kecil.
"Rey gak apa - apa kok pa," jawabnya singkat.
Makan malam selesai, Reyna kembali ke kamarnya untuk belajar, walau entah apa yang akan ia kerjakan selain belajar.

Tik..tok..tik..tok..
Tak sedikitpun Reyna membaca bukunya, ia hanya melamun dan memainkan pulpen yang ada di atas meja belajarnya. 14 Desember 2010 : the first story between me and him, hanya tulisan itu yang ada di selembaran kertas di depannya. Ya, 14 Desember 2010 adalah awal cerita hubungan antara Reyna dan Danan yang kenal satu sama lain dari hasil comblangan teman Reyna yang juga teman Danan, Ella.

Semuanya Sia - Sia (1)

"Kapan? Kapan kamu bakal ngerti apa yang aku rasa? Kapan kamu bisa mandang aku bukan sebagai atraksi wisata dalam hidupmu, tapi sebagai cewek yang sayang sama kamu, yang butuh perhatian dan kasih sayangmu? Kapan? Aku ngelakuin ini semua buat kamu, karena aku sayang kamu! Walaupun status kita udah mantan, aku tetep pengen kamu tau kalo aku sayang kamu, Nan!" teriak bathin Reyna saat Danan memalingkan wajahnya setelah menyadari Reyna menatapnya tajam, seakan seribu tuduhan menerpanya.

Kring... Kring... Home's calling, begitu yang tertera di layar handphone Reyna. "Siapa?" tanya Danan. "Dari rumah," jawab Reyna singkat. "Kok nggak diangkat?" tanya Danan lagi mencoba mencairkan suasana.
"Malas and nggak penting." jawab Reyna dengan nada setengah menyembunyikan kesedihannya.
Suasana kembali membisu, hanya Reyna dan Danan. Birunya laut seakan menjadi saksi bisu percakapan antara Reyna dan bathinnya yang selalu bertanya - tanya tentang apa yang disembunyikan lelaki dewasa di sebelahnya itu.

Tak perlu heran bila sifat Reyna yang masih manja dan belum bisa mandiri untuk mengerti kehidupan dengan sifat Danan yang sangat dewasa. Semua karena pengalaman yang sudah mereka lalui, Reyna baru 15 tahun untuk mempelajari hidup ini ,sedangkan Danan yang sudah berumur 24 tahun lebih mengerti jalannya hidup.
Terkadang Reyna berpikir benarkah yang ia lakukan bersama Danan, dan semua itu masih tergabung dalam seribu tanya yang mengganjal dalam hatinya tentang siapa sosok lelaki di sampingnya itu.

"Rey..." Danan membuka percakapan. Namun Reyna masih melamun dan bercakap dengan alunan merdu sang ombak.
"Hallo... Rey... Rey...!" bentak Danan yang sudah kesal karena daritadi dapat kacang dari Reyna, mantan yang sangat sayang padanya itu.
"Hah, iya?? Kenapa Nan?" jawab Reyna polos dengan wajah lugunya.
"Cuek! Pulang yuk," ajak Danan yang sudah be-te dengan sikap Reyna yang super cuek.
Dalam perjalanan pulang pun keheningan masih terasa, akhirnya Reyna memilih membuka percakapan.
"Kita pulang ke rumah siapa, Nan?" tanya Reyna.
"Ke rumahnya Nan dulu ya."
"Oh ,iya." jawab Reyna yang hanya menuruti semua yang diinginkan Danan.

Sesampai di rumah Danan, sesuatu yang tidak pantas itu kembali terjadi. Menikmati dunia percintaan hanya berdua, antara Reyna dan Danan. Ya, hanya mereka berdua. Diiringi dengan lagu - lagu favorit mereka, mereka melakukannya tanpa ingat di mana mereka berada, hukum apa yang akan mereka jalani.
"Pulang sekarang?" hanya satu jam mereka menikmati indahnya dunia percintaan itu. Meski tak sedikit pun dapat dirasakan Reyna bahwa Danan memiliki rasa yang sama.
"Masih aku selalu bertanya, kapan permainanmu ini kan berakhir? Kapan kamu bisa seutuhnya mengerti aku? Memang terlalu dini bagiku memikirkan ini, tapi aku butuh sosok penyayang dalam hidupku. Cukup! Cukup! Aku capek Nan, capek sama semua permainanmu! Aku butuh kamu, tapi kamu butuh aku sebagai pemuas kebutuhanmu! Aku bukan barang Nan!" jerit tangis hati Reyna yang masih tak mampu mengatakan semua secara jujur kepada Danan. Karena menurutnya, mengatakan hal itu, sama saja memutuskan hubungan yang lebih dari seorang pacar.
"Ya, anter sampe ujung gang Mera aja. Rey mau mampir ke rumahnya dulu." jawab Reyna sambil merapikan diri.

Masih dalam kebisuan karena hati Reyna selalu bertanya - tanya, apa yang sesungguhnya diinginkan pria dewasa ini darinya? Benarkah ia baik, atau hanya ingin menghancurkan hidup Reyna saja? Pertanyaan itu selalu tersusun rapi di hatinya, yang selalu membuatnya bingung.
"Besok - besok nggak usah ketemu lagi ya?" tanya Danan enteng. Samar - samar Reyna mendengar hal itu, memang dasarnya Reyna yang selalu menurut, dia hanya mengangguk dalam kebisuan. Tak terasa mereka sudah sampai di ujung gang rumah Mera, sahabat dan teman curhat Reyna satu - satunya yang bisa dipercaya.
"Makasih,"kata Reyna singkat langsung berlalu sebelum Danan menjawabnya.